·ÉËÙÖ±²¥

Selamatan Arioyo Tradisi Syukur Tutup Ramadan di Rejosari Gunungkidul

Selamatan Arioyo Tradisi Syukur Tutup Ramadan di Rejosari Gunungkidul

Serly Putri Jumbadi - detikJogja
Minggu, 30 Mar 2025 19:43 WIB
Suasana tradisi Slamatan Arioyo di Dusun Rejosari, Ngawis, Karangmojo, Gunungkidul, Sabtu (29/3/2025).
Suasana tradisi Slamatan Arioyo di Dusun Rejosari, Ngawis, Karangmojo, Gunungkidul, Sabtu (29/3/2025). Foto: Serly Putri Jumbadi/detikJogja
Gunungkidul -

Tradisi Selamatan Arioyo menjelang Idul Fitri masih dilestarikan oleh masyarakat di Dusun Rejosari, Kapanewon Ngawis, Gunungkidul. Tradisi ini ternyata datang dari masa penyebaran Islam oleh Wali Sanga dan masih eksis hingga saat ini.

Tokoh agama di Dusun Rejosari, Sumanto, menjelaskan Selamatan Arioyo atau yang dalam Bahasa Indonesia berarti Selamatan Hari Raya. Ini merupakan tradisi yang rutin digelar di Dusun Rejosari sebelum berbuka puasa pada hari terakhir bulan Ramadan atau pada malam menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Pada zaman dahulu, Selametan Riyoyo dilakukan oleh sesepuh desa dari rumah ke rumah. Setelah berganti zaman, tradisi ini dilakukan di musala, dan diiringi dengan doa-doa sebagai rasa syukur menutup bulan Ramadan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Awalnya dulu memang dari simbah-simbah dari rumah ke rumah. Ini modelnya kenduri pakai tumpeng. Tapi sekarang lebih simpel karena mengikuti zaman dan rata-rata dilakukan di musala atau masjid saja sambil berdoa," ujar Sumanto saat ditemui detikJogja di lokasi, Sabtu (29/3/2025).

"Selalu rutin dilaksanakan, rata-rata banyak dusun di Kalurahan Ngawis yang masih melestarikan tradisi ini. Kalau di Rejosari sendiri, Selamatan Arioyo digelar di masjid atau musala, tapi beberapa dusun ada yang masih menggelar dari rumah ke rumah," tambahnya.

ADVERTISEMENT

Sumanto turut menjelaskan sejarah Selamatan Arioyo yang sangat kental dengan penyebaran Islam. Tepatnya pada zaman Wali Sanga, masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Hindu menggunakan makanan sebagai sesajen, agar bisa masuk ke kebudayaan Jawa, Selamatan Arioyo disisipi dengan nilai Islam, sehingga timbul akulturasi budaya Hindu dan Islam.

"Dulu agama Hindu kan masih menggunakan sesaji untuk persembahan. Masuklah Wali Sanga dan akhirnya diubah. Selamatan Arioyo dimasuki nilai-nilai Islam, dibaur dengan doa-doa Islam dan dikaitkan dengan Ramadan," tuturnya.

"Akhirnya para Wali Sanga membuat trik seperti itu dengan memasukkan nilai-nilai Islam agar bisa diterima oleh masyarakat Jawa," jelas Sumanto.

Suasana tradisi Slamatan Arioyo di Dusun Rejosari, Ngawis, Karangmojo, Gunungkidul, Sabtu (29/3/2025).Suasana tradisi Slamatan Arioyo di Dusun Rejosari, Ngawis, Karangmojo, Gunungkidul, Sabtu (29/3/2025). Foto: Serly Putri Jumbadi/detikJogja

Filosofi Selamatan Arioyo

Selamatan Arioyo pada dasarnya merupakan kenduri di mana warga setempat membawa nasi dengan sayur seperti gudangan urap, dan lauk pauk. Tak lupa juga ada kue apem yang menjadi simbol maaf dalam masyarakat Jawa.

"Setiap rumah tangga membawa macam-macam lauk pauk, umumnya pasti ada gudangan urap, sayur lombok, sama apem. Kalau gudangan urap itu simbolnya bersatu yaitu semua manusia itu bersatu dan sama di hadapan Allah. Kalau apem artinya maaf yaitu memohon maaf kepada sang pencipta," kata Sumanto.

"Namun, semua itu dalam artian umum saja. Apapun yang dibawa untuk kenduri itu semampunya saja," jelasnya.

Sumanto berharap tradisi ini tidak terputus ke depannya. Di Dusun Rejosari sendiri, banyak anak muda yang ikut mempersiapkan kenduri dan ikut Selamatan Arioyo menjelang hari raya.

"Yang jelas suatu saat generasi muda masih mungkin untuk melestarikan tradisi ini, hanya saja bakal mengikuti perkembangan zaman. Saat ini, di dusun sini anak muda masih membantu menyiapkan makanan dan kadang ada yang ikut kenduri," pungkas Sumanto.




(ams/ams)

Berita ·ÉËÙÖ±²¥Lainnya
Wolipop
detikFood
detikOto
detikFinance
detikHot
Sepakbola
detikNews
detikInet
Hide Ads