Kantor Pertanahan atau BPN Kabupaten Bantul turun tangan terkait kasus tanah Mbah Tupon yang sertifikatnya tiba-tiba berganti nama. Begini penjelasan BPN terkait duduk perkara kasus dugaan mafia tanah yang kini ditangani Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tersebut.
Duduk Perkara Versi BPN
Kepala Kantor Pertanahan Bantul, Tri Harnanto, menjelaskan kronologi dari objek bidang tanah yang bermasalah. Menurutnya objek bidang tanah yang dimiliki oleh Mbah Tupon itu semula adalah sertifikat hak milik dengan nomor 4993/Bangunjiwo yang luasannya 2.103 m2.
"Nah, pada tahun 2021 saat itu Mbah Tupon memecah sertifikat itu menjadi tiga bidang, yakni SHM 24451 yang semula luas 1.756 m2. Kemudian saat itu ada permohonan dilepaskan untuk jalan dan luasan terakhir adalah 1.655 m2," kata Tri kepada wartawan di Bantul, Selasa (29/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Kemudian, lanjut Tri, SHM 24452 seluas 292 m2 yang dijual kepada seseorang dan SHM 24453 seluas 55 m2 dihibahkan kepada warga setempat, yang mana digunakan untuk gudang RT.
"Lalu yang jadi viral, permasalahan di lokasi itu adalah SHM 24451 seluas 1.655 m2. Di mana saat ini sudah beralih kepemilikannya kepada seseorang berdasarkan akta jual beli yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah di wilayah Bantul," ujarnya.
"Nah, terhadap SHM 24451 ini juga dilekati hak tanggungan oleh Bank PNM pada bulan Agustus 2024," lanjut Tri.
Peristiwa tersebut menjadi viral ketika pihak bank mengunjungi Tupon dan bilang bahwa objek bidang tersebut dilakukan lelang. Menurut Tri, sumber permasalahannya ada pada bidang objek itu.
"Terkait dengan itu, karena Mbah Tupon tidak pernah merasakan adanya peralihan dan keinginan Mbah Tupon hanya sebatas memecah bidang tanah. Sehingga permasalahan ini menjadi viral ketika dilakukan melalui jalur medsos. Intinya seperti itu," ucapnya.
Langkah BPN
Menyikapi hal tersebut, Tri mengaku jika sudah mengambil langkah-langkah salah satunya mengamankan warkah-warkah terkait pemecahan, peralihan, dan pelekatan hak tanggungan. Adapun warkah adalah dokumen yang menjadi bukti fisik dan yuridis terkait dengan bidang tanah yang digunakan sebagai dasar pendaftaran tanah.
Kemudian langkah kedua, pada Senin (28/4), ATR/BPN Bantul sudah berkoordinasi dan mencari informasi lebih lanjut ke Kalurahan Bangunjiwo bersama Pemkab Bantul. Pihaknya juga mendapatkan tambahan informasi yang menguatkan dalam mengambil langkah-langkah selanjutnya.
"Kemudian kami juga mendatangi kantor PPAT dan fakta di lapangan kantor itu tutup, tidak ada orangnya sehingga kami tidak bisa menggali keterangan lebih lanjut dari pihak PPAT. Kami sudah melaporkan semuanya ke Kakanwil BPN DIY," katanya.
"Kemudian langkah yang sudah saya lakukan terhadap hasil penelitian lapangan tersebut, saya telah berkirim surat kepada Kanwil BPN DIY terkait permohonan rekomendasi untuk melakukan blokir internal," ujarnya.
Hal itu didasari juga dengan fakta-fakta bahwa kasus ini begitu masif. Selain itu ada permohonan dari Tupon untuk melakukan blokir terhadap SHM, di mana SHM itu juga melekat hak tanggungan.
"Saat ini kami menunggu jawaban dari Kanwil BPN DIY terkait rekomendasi dari Kakanwil. Setelah ada rekomendasi itu di dalam KKP aplikasi, akan kami lakukan tindakan blokir internal terhadap sertifikat hak milik 24451," ucapnya.
"Sehingga dapat membantu Pak Tupon dalam hal ini sementara terlindungi sambil menunggu proses-proses yang dilakukan pihak Polda DIY. Di mana Polda DIY tengah melakukan penyelidikan," imbuh Tri.
Tidak hanya itu, langkah-langkah yang BPN Bantul lakukan adalah bersurat kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) bahwa objek bidang tanah tersebut masih dalam sengketa dan menjadi atensi berbagai pihak. Sehingga nanti KPKNL dalam melakukan proses lelang sudah mencermati terlebih dahulu.
"Kemudian langkah-langkah yang saya sampaikan tadi kami memanggil pihak PPAT dalam konteks majelis pembinaan dan pengawasan PPAT. Jadi dimintai keterangan terkait dengan peristiwa ini, sehingga dari keterangan itu akan ditentukan pelanggaran apa yang dia lakukan," ucapnya.
Bahkan, bukan tidak mungkin PPAT dapat terkena hukuman berat jika terbukti bersalah.
"Kalau pelanggarannya memang berat dan tidak bisa ditolerir maka hukuman yang terberat adalah penghentian tidak hormat. Jadi hukuman itu akan sesuai berat ringannya sebuah pelanggaran yang dia lakukan," ujarnya.
(rih/afn)
Komentar Terbanyak
Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis Sejumlah Sekolah di Jogja Berhenti
Klarifikasi Bibit Terlapor Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon Bantul
Jokowi Bakal Laporkan 4 Orang Terkait Tudingan Ijazah Palsu, Siapa Saja?