Ikan pepija atau yang lebih dikenal sebagai ikan tipis merupakan salah satu oleh-oleh khas Kota Tarakan yang selalu diburu wisatawan. Ikan yang hanya ditemukan di perairan Tarakan ini terkenal akan cita rasanya yang unik dan dapat diolah menjadi berbagai varian rasa.
Namun kini, kelestariannya mulai terancam. detikKalimantan berkesempatan mengunjungi salah satu pondok pengolahan ikan pepija di Kelurahan Juata Laut, Kecamatan Tarakan Utara, yang letaknya di pinggiran laut.
Di sini, tangan-tangan terampil pekerja tampak cekatan membelah, membersihkan, hingga mengeringkan ikan. Salah seorang pekerja, Elisiani (33) sudah lima tahun menjalaninya. Ia menjelaskan proses pengolahan dimulai dari membuang kepala ikan, membelah, dan membersihkannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau ada matahari, ikan langsung dijemur. Kalau tidak, kami masukkan ke box berisi es dulu sebelum dijemur," ujar Elisiani saat ditemui di pondok, Jumat (19/4/2025).
Pekerjaan ini tidak selalu mudah. Cuaca menjadi tantangan utama. Ketika hujan turun, Elisiani dan pekerja lain harus bergegas memindahkan ikan yang sedang dijemur ke tempat aman.
"Kalau hujan tak menentu, kami bolak-balik angkat ikan. Lumayan berat," tuturnya.
Upah yang diterima Elisiani bergantung pada jumlah ember ikan yang diolah, yakni Rp 5.000 per ember. Harga ini menyesuaikan nilai ikan pepija di pasaran.
"Lima tahun lalu, kami dibayar Rp 3.000 per ember, sekarang naik jadi Rp 5.000," ungkapnya.
Namun, jumlah ikan yang datang tidak menentu. Kadang hanya dua keranjang, bahkan tidak ada sama sekali.
Elisiani mengenang lima hingga enam tahun lalu, ikan yang tiba bisa mencapai 30-50 keranjang. "Sekarang, dalam sebulan cuma dua kali ikan datang," katanya.
Kecepatan tangan menjadi kunci dalam pekerjaan ini. "Siapa yang tangannya cepat, dia yang banyak dapat ember," jelasnya.
Dalam sehari, Elisiani mampu mengolah hingga 10 ember, meski itu bergantung pada hasil tangkapan nelayan. Menariknya, Elisiani dan empat rekannya tidak menyadari bahwa ikan pepija adalah oleh-oleh khas Tarakan.
Mereka hanya fokus pada pekerjaan sehari-hari. Soal menurunnya hasil tangkapan, Elisiani menampik anggapan bahwa pencemaran lingkungan adalah penyebab utamanya.
![]() |
Menurutnya, ikan pepija memiliki musim tersendiri. "Terkadang banyak, terkadang sedikit," ucapnya.
Di tengah ketidakpastian hasil tangkapan dan tantangan cuaca, Elisiani tetap bersikap pragmatis. Ketika ditanya soal harapan, ia hanya tersenyum sederhana.
"Apapun kondisi negara, kami tetap bekerja saja biar dapur tetap mengepul," pungkasnya.
(sun/des)