Sebuah lubang yang disebut menjadi tempat pemilahan sampah yang mayoritas datang dari Jogja muncul di Kulon Progo. Keberadaannya menuai polemik karena dianggap mengganggu masyarakat.
Tempat pemilahan sampah ini berada di Dusun Sawahan, Kalurahan Banaran, Kapanewon Galur, Kulon Progo. Persisnya di sekitar eks jalur truk tambang pasir dan berjarak sekitar 500 meter dari Kali Progo.
Dari pantauan detikJogja sore ini, terlihat kondisi lokasi yang semula adalah pekarangan kosong berubah jadi lubang berukuran cukup besar. Lubang itu telah dipenuhi timbunan sampah yang sebagian sudah hangus dibakar. Adapun mayoritas sampah di sini adalah sampah rumah tangga seperti sayuran dan berbagai jenis plastik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lurah Banaran, Haryanta mengatakan, tempat ini telah didatangi oleh pihak berwenang pada siang tadi. Hal ini sebagai tindak lanjut atas laporan masyarakat yang disebut-sebut terganggu dengan operasional pemilahan sampah tersebut.
"Yang rawuh tadi ada unsur dari Dinas Lingkungan Hidup Kulon Progo, Panewu, Kapolsek serta Danramil. Kemudian ada Babinsa, Bhabinkamtibmas, terus ada Puskesmas Galur Dua, pamong kami sebagian lalu warga masyarakat, mulai dari dukuh RT, semuanya tadi," ucapnya saat ditemui di Balai Kalurahan Banaran, Selasa (4/2/2025).
Haryanta menerangkan tempat ini beroperasi sejak Minggu (2/2). Pengelolanya adalah warga setempat.
Hartono mengungkapkan, warga itu sempat mendatangi dirinya dan meminta izin membuat lubang sampah. Haryanta mengira jika lubang itu berukuran kecil dan hanya sebatas menampung sampah pribadi. Namun belakangan baru ketahuan jika sampah didatangkan dari luar daerah termasuk Kota Jogja.
"Ceritanya itu dadakan, pada malam Sabtu, kira-kira selepas Magrib, pas saya baru ngaji ada tamu. Terus istri saya ngode, nggak berapa lama saya datangi tamu tersebut yang ternyata Yusuf warga saya. Dia izin mau bikin jogangan (lubang) untuk wadah sampah. Pikiran saya hanya buat kubangan kecil saja," ucapnya.
![]() |
"Singkat cerita saya cek ke lokasi, ternyata kok kayak begini. Kok ternyata nggak kecil. Saya curiga jangan-jangan ini untuk pembuangan sampah. Terus saya coba riset aturan soal TPA. Hasilnya saya kirim ke pak dukuh, sambil pesan tolong dihentikan dulu karena kayak gini harus ada izin dan prosedurnya," imbuhnya.
Haryanta mengatakan pihaknya telah menyampaikan teguran lisan dan tertulis kepada warganya itu agar menghentikan aktivitas pemilahan sampah di Dusun Sawahan. Namun hingga hari ini, teguran itu tidak diindahkan sehingga polemik ini dilaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kulon Progo.
"Dan dari masyarakat juga sudah membuat pernyataan menolak, yang ditandatangani Panewu, untuk dikirim ke DLH dan Bupati. Tadi sudah semuanya yakin menolak tanpa kompromi," ujarnya.
Sementara itu, Yusuf Dakhuri selaku pengelola pemilahan sampah, saat ditemui, mengaku sudah minta izin kepada pemangku kalurahan setempat terkait dengan operasional pemilahan sampah ini. Soal izin operasional, Yusuf mengklaim masih proses pengurusan.
"Jadi sebelumnya saya mohon maaf untuk pemilahan sampah ini kemarin saya sudah kula nuwun sama pak kades. Dan kemarin juga saya sampaikan cara kerja saya. Memang karena saya bekerja belum ada modal, jadi sampah ini memang datang saya pilih yang masih bisa dijual, saya pilah-pilah. Terkait perizinan sekarang dalam proses. Insyaallah kalau nggak ada halangan sore ini jadi izinnya untuk pemilahan sampah," ujarnya kepada wartawan di lokasi pemilahan sampah, sore ini.
Yusuf menilai respons masyarakat yang disebut-sebut terganggu dengan aktivitas ini muncul karena ketidaktahuan soal usaha yang dia kerjakan. Dia menyatakan jika tempat ini bukan untuk menimbun sampah, melainkan memilah sampah yang bisa didaur ulang.
"Mungkin disebut TPA karena ini awal, untuk pemilahan saya baru ada tenaga satu. Jadi keliatan belum ada progres pekerja pemilahan. Tapi karena saya persiapkan nanti ada pemilahan," ujarnya.
Terkait sumber sampah, Yusuf menyebut jika sementara ini disuplai dari wilayah Jogja. "Sementara ini sampahnya, saya baru komunikasi dengan wilayah Jogja," ucapnya.
Sampah yang masuk lanjutnya akan dikenakan biaya hingga ratusan ribu. Hasil dari pembayaran itu digunakan untuk menggaji pekerja dan sebagai kas warga karena lalu lalang truk sampah melintas jalur eks tambang.
"Karena saya libatkan jalan bekas tambang, saya ada kas TPR buat warga Rp 20 ribu per rit-nya," terangnya.
Bagaimana sikap DLH Kulon Progo, bisa dibaca di halaman berikutnya:
Komentar Terbanyak
Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis Sejumlah Sekolah di Jogja Berhenti
Klarifikasi Bibit Terlapor Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon Bantul
Duduk Perkara Mbah Tupon Jadi Korban Mafia Tanah Versi BPN