Banyak umat Islam yang ingin menunaikan ibadah ke Tanah Suci, baik haji maupun umrah. Namun, masih ada yang belum memahami perbedaan antara keduanya.
Berdasarkan buku Kamus Arab-Indonesia Indonesia-Arab + Panduan Praktis Haji & Umroh karya Toni Pransiska dkk, haji dan umrah sama-sama berasal dari bahasa Arab dan bertujuan untuk beribadah di Baitullah. Meski tujuannya serupa, cara pelaksanaannya berbeda.
Haji hanya bisa dilakukan pada waktu dan tempat tertentu, dengan rangkaian ibadah yang sudah ditetapkan. Sementara itu, umrah bisa dilaksanakan kapan saja sepanjang tahun, kecuali pada waktu-waktu yang dimakruhkan seperti hari Arafah, Nahar, dan Tasyriq. Meskipun lebih fleksibel, umrah tetap memiliki rukun yang harus dilaksanakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perbedaan Antara Haji dan Umrah
Meskipun keduanya merupakan ibadah yang dilaksanakan di Tanah Suci, haji dan umrah memiliki sejumlah perbedaan mendasar. Berikut perbedaannya yang berdasarkan buku Seri Fiqih Kehidupan susunan Ahmad Sarwat.
1. Waktu Pelaksanaan
Ibadah haji hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu dalam setahun, yakni pada bulan Zulhijah. Inti dari ibadah haji adalah pelaksanaan wuquf di Arafah yang jatuh pada tanggal 9 Zulhijah. Oleh karena itu, haji tidak bisa dilakukan kapan saja dan hanya dilaksanakan sekali dalam setahun. Rangkaian ibadah haji dimulai pada 8 Zulhijah (pemberangkatan dari Makkah ke Arafah), tetapi persiapannya bisa dimulai sejak Syawal.
Sebaliknya, ibadah umrah dapat dikerjakan kapan pun sepanjang tahun. Tidak ada batasan hari, minggu, atau bulan untuk melaksanakan umrah. Bahkan secara teknis, umrah bisa dilakukan lebih dari sekali dalam sehari jika situasi memungkinkan.
2. Tempat Pelaksanaan
Ibadah haji mencakup kunjungan ke beberapa lokasi penting yang tersebar di luar Kota Makkah, seperti Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Jemaah wajib menjalani aktivitas seperti wuquf, mabit, dan melempar jumrah di tempat-tempat tersebut.
Sedangkan ibadah umrah hanya berfokus pada Masjidil Haram di Makkah, meliputi thawaf di sekitar Ka'bah, sa'i antara Bukit Shafa dan Marwah, serta diakhiri dengan tahallul. Seluruh proses ini dilakukan di satu lokasi, tanpa perlu berpindah ke tempat lain di luar kota.
3. Hukum Pelaksanaan
Haji merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu secara fisik dan finansial. Ia termasuk rukun Islam yang lima, dan karena itu memiliki status hukum fardhu 'ain. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait wajibnya ibadah haji.
Sementara itu, status hukum umrah menjadi perbedaan di antara para ulama. Mazhab Hanafi dan Maliki menganggap umrah sebagai ibadah sunnah, sedangkan mazhab Syafi'i dan Hanbali berpendapat bahwa umrah wajib dilaksanakan minimal sekali seumur hidup.
Walaupun begitu, dalam praktiknya, jemaah haji secara otomatis juga telah menunaikan umrah karena rukun umrah termasuk dalam rangkaian haji.
4. Durasi Ibadah
Haji memerlukan waktu yang lebih lama. Setidaknya dibutuhkan empat hari (9-12 Zulhijah) untuk menyelesaikan seluruh rangkaian haji, bahkan bisa mencapai lima hari jika mengambil nafar tsani.
Sebaliknya, umrah hanya membutuhkan waktu sekitar dua hingga tiga jam. Seluruh prosesnya terdiri dari niat di miqat, thawaf, sa'i, dan tahallul. Dengan demikian, umrah bisa diselesaikan dalam waktu singkat dan dapat diulang beberapa kali dalam sehari.
5. Tingkat Kesiapan Fisik
Pelaksanaan ibadah haji menuntut kondisi fisik yang lebih prima. Jemaah harus berpindah-pindah antara lokasi-lokasi manasik yang tidak jarang cukup jauh, seperti dari Makkah ke Arafah, kemudian ke Muzdalifah, lalu ke Mina. Selain medan yang berat, jemaah juga harus siap menghadapi keramaian jutaan orang, terutama saat melempar jumrah.
Sebaliknya, umrah lebih ringan secara fisik karena seluruh aktivitasnya dilakukan dalam satu lokasi, yaitu di Masjidil Haram. Tidak ada keharusan berpindah-pindah tempat atau menjalani ibadah di tengah padang pasir, seperti dalam haji.
(inf/kri)
Komentar Terbanyak
Makanan Mengandung Babi Bersertifikat Halal Ditarik dari Peredaran
Kisah Tenggelamnya Putra Nabi Nuh yang Diabadikan dalam Al-Qur'an
Angka Perceraian Meningkat, Menag Usul UU Perkawinan Direvisi