·ÉËÙÖ±²¥

TKA Jadi Alasan Kembalikan Penjurusan di SMA, Pengamat: Logika yang Keliru Arah

ADVERTISEMENT

TKA Jadi Alasan Kembalikan Penjurusan di SMA, Pengamat: Logika yang Keliru Arah

Novia Aisyah - detikEdu
Senin, 14 Apr 2025 20:00 WIB
Ilustrasi sistem penjurusan di SMA
Ilustrasi penjurusan di SMA. Foto: Ilustrasi: Fuad Hasyim/detikcom
Jakarta -

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) berencana kembali menghidupkan jurusan di SMA. Sementara, muatan mata pelajaran (mapel) dari SD hingga SMA juga akan dikurangi terkait dengan deep learning.

"Jurusan akan kita hidupkan lagi, IPA, IPS, Bahasa. Di TKA (Tes Kemampuan Akademik) ada tes wajib Bahasa Indonesia dan Matematika," jelas Mendikdasmen Abdul Mu'ti dalam Halal Bihalal Bersama Forum Wartawan Pendidikan (Fortadikbud) di Perpustakaan Kemendikdasmen, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta pada Jumat (11/4/2025).

Mu'ti menyebut penjurusan dihidupkan lagi memang terkait dengan Tes Kemampuan Akademik (TKA) untuk siswa SMA yang akan dimulai November 2025.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengamat: Kembalinya Penjurusan adalah Langkah Berisiko Tinggi

Mengenai menghidupkan kembali penjurusan di tingkat SMA, pengamat pendidikan Bukik Setiawan menilai wacana ini sebagai langkah yang berisiko tinggi, tak hanya secara teknis, melainkan juga filosofis.

Menurutnya, hal ini bukan sekadar perubahan kurikulum, tetapi langkah mundur dari proses yang tengah dibangun, yaitu memberi anak ruang untuk memilih arah belajarnya sendiri.

ADVERTISEMENT

"Kita sedang berada di titik awal reformasi yang menjanjikan, dan justru di tengah proses itu, muncul dorongan untuk kembali ke sistem lama yang sudah terbukti menyisakan banyak masalah," ujar Bukik kepada detikEdu pada Senin (14/04/2025).

Bukik mengatakan yang lebih mengkhawatirkan, wacana diadakannya kembali penjurusan muncul tanpa ada kajian evaluatif yang memadai. Padahal, reformasi pendidikan yang sehat butuh proses reflektif, bukan keputusan politis yang terburu-buru.

Bagaimana Dampaknya terhadap Guru?

Bukik menilai secara teknis apabila penjurusan di SMA dihidupkan kembali, guru-guru dapat terjebak dalam hierarki mapel yang tidak sehat.

Misalnya, guru non-IPA yang selama ini mulai memperoleh ruang yang lebih adil dalam Kurikulum Merdeka, dapat kembali merasa tidak penting. Sehingga, hal ini dapat melemahkan motivasi dan kolaborasi di antara guru.

"Bagi murid, dampaknya jauh lebih dalam. Sistem penjurusan yang kaku bisa mengurung potensi anak dalam kotak sempit yang tidak selalu relevan dengan minat dan bakat mereka," kata Bukik.

"Anak-anak yang salah jurusan akan kehilangan motivasi, merasa tidak mampu, bahkan kehilangan rasa percaya diri. Dalam jangka panjang, ini bukan hanya soal pilihan pelajaran, tapi soal identitas dan arah hidup mereka," lanjutnya.

Ketua Guru Belajar Foundation itu menerangkan, secara non-teknis yang paling berbahaya dari dihidupkannya kembali penjurusan di tingkat SMA adalah hilangnya kepercayaan terhadap sistem pendidikan. Sebab apabila arah kebijakan berubah-ubah tanpa alasan yang transparan dan evaluasi terbuka, guru dan murid bisa merasa lelah, bingung, atau bahkan apatis.

Padahal kepercayaan adalah fondasi dari segala proses belajar, menurut Bukik.

Penjurusan Dikembalikan Terkait TKA, Sudah Pas?

Penjurusan di tingkat SMA akan kembali dihidupkan terkait dengan TKA. Namun, Bukik menilai jika alasan pengembalian jurusan ini dikarenakan TKA yang berbasis mapel, maka logika tersebut salah arah.

"Kalau alasan pengembalian penjurusan adalah karena TKA berbasis mata pelajaran, menurut saya itu logika yang keliru arah. Justru karena TKA berbasis mata pelajaran, siswa perlu ruang untuk memilih dan memperdalam pelajaran sesuai rencana masa depannya, bukan dipaksa masuk ke paket jurusan yang belum tentu relevan," papar Bukik.

Ia menegaskan, TKA adalah alat asesmen, bukan penentu struktur belajar. Sehingga fungsinya yakni mengukur, bukan mengarahkan anak secara paksa ke dalam jalur tertentu.

Apabila mengembalikan ke sistem penjurusan agar siswa siap ikut TKA, maka menurutnya mendesain pendidikan untuk tes, bukan untuk kehidupan.

"Kita mengorbankan potensi anak demi sistem seleksi," pungkasnya.




(nah/nah)

Berita ·ÉËÙÖ±²¥Lainnya
Wolipop
detikHot
Sepakbola
detikOto
detikTravel
detikFinance
detikFood
detikInet

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads