Sorak-sorai warga mewarnai jalannya tradisi Mbed-Mbedan di Desa Adat Semate, Kelurahan Abianbase, Kecamatan Mengwi, Badung, Bali, Minggu (30/3/2025). Tradisi Mbed-Mbedan yang mirip seperti tarik tambang itu digelar sehari setelah Nyepi atau bertepatan saat Ngembak Geni.
Para ibu-ibu, maupun bapak-bapak, serta anak-anak turut memeriahkan kegiatan itu. Mereka beradu kekuatan, menarik tambang agar lawan melewati garis, sehingga dianggap kalah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keseruan terjadi saat para emak-emak menantang kaum bapak-bapak dan membuat para lelaki itu kalah. Perayaan semakin meriah saat belasan anak muda memainkan gamelan baleganjur yang riuh dan bertalu-talu.
Sebelum ritual dimulai, para warga menghaturkan sembah bakti ke hadapan Tuhan, seraya menghaturkan sesaji. Warga juga menghaturkan aneka penganan, termasuk yang utama adalah ketupat jajan bantal berbahan ketan.
Jajanan itu yang kemudian disantap oleh warga seusai tradisi dijalankan. Para pemangku menghaturkan sesaji berupa banten daksina suci di arena permainan. Sementara kaum laki-laki lainnya sibuk menyiapkan tambang dan akar tumbuhan yang disebut bun kalot.
Setelah itu, mulailah kaum ibu-ibu membentuk kelompok untuk menarikan tari rejang di arena pementasan. Mbed-mbedan pun dimulai diawali antara para pemangku pria berhadapan dengan para istri pemangku.
Penarikan tambang oleh para pemangku lebih kepada simbolis, dimulainya tradisi Mbed-mbedan. Pertarungan yang sebenarnya pun dimulai, antara dua kelompok pria.
Satu kali ronde, bapak-bapak ini sekuat tenaga menarik tambang untuk bisa membuat lawan melewati garis. Saking kuatnya, butuh waktu lama untuk mengalahkan satu sama lain. Setelah beberapa menit, permainan usai setelah salah satu kelompok berhasil menarik lawan hingga melewati garis.
Selanjutnya emak-emak desa melawan kelompok bapak-bapak. Saat sesi ini, Mbed-mbedan makin seru karena kelompok bapak-bapak justru dibuat kewalahan. Ekspresi para lelaki ini terlihat lucu karena saking tak kuat menahan tarikan tambang para perempuan.
Setelah beberapa menit, kelompok emak-emak ini berhasil membuat lawan tertarik hingga melewati garis batas. Sejumlah pria terlihat terjungkal lantaran kelelahan menahan atau mengunci posisi agar tidak mudah ditarik. Permainan pun dilanjutkan oleh kelompok anak-anak hingga selesai.
Tokoh Desa Adat Semate, I Gede Suryadi, menegaskan tradisi Mbed-Mbedan memang seperti permainan tarik tambang. Adapun yang terlibat adalah semua masyarakat di Desa Adat Semate.
Kata Suryadi, perayaan tradisi ini sebagai momen untuk penghormatan atas berdirinya wilayah desa adat, termasuk di dalamnya Pura Kahyangan Putih Semate. Menurutnya, konon sudah ada sejak Tahun Saka 1396 atau 1474 Masehi.
"Mbed-mbedan sempat ditiadakan selama puluhan tahun. Atas adanya titah atau bhisama (seruan) leluhur, warga tetap teguh menjalankan tradisi Mbed-mbedan," tutur Suryadi.
Dijelaskan, Mbed-mbedan akhirnya eksis sampai sekarang setelah ada upaya warga desa adat menggali bukti sejarah desa adat tersebut yang ternyata tersimpan rapi di Desa Adat Kapal. Salah seorang praktisi Bahasa Jawa Kuna sekaligus Bendesa Adat Kapal I Ketut Sudarsana, lantas menunjukkan Raja Purana atau catatan sejarah tentang Desa Adat Semate yang pudar.
Sesuai catatan sejarah, adanya perselisihan di Kerajaan Waturenggong, Bali, mengakibatkan satu per satu anggota keluarga di kerajaan itu pergi menuju tempat aman. Adapun putri raja bernama Dewa Ayu Laksmi direncanakan untuk dipersunting oleh seorang kaum bujangga waisnawa.
(nor/nor)