Seorang lansia asal Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Mbah Tupon (68) terancam kehilangan tanah ribuan meter persegi akibat ulah mafia tanah. Sertifikat tanah miliknya semestinya dipecah, namun malah berganti nama pemilik dan dijaminkan ke bank.
"Bingung, pikirane pun bingung, sedih. Nggih pokoke sing penting sertifikate wangsul (pulang)," ujar Tupon saat ditemui di kediamannya, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Sabtu (26/4/2025)
Dikutip dari detikJogja, putra sulung Tupon, Heri Setiawan (31) menceritakan kasus ini bermula ketika tanah Tupon seluas 2.100 meter persegi hendak dijual sebagian. Tupon menjual tanah seluas 298 meter persegi kepada BR pada 2020. Kemudian, Tupon memberikan tanah seluas 90 meter persegi karena tak punya akses jalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terus sama ngasih RT untuk dibikin gudang RT seluas 54 meter persegi. Terus dipecah," kata Heri.
"(298 meter persegi tanah yang dijual) itu Rp 1 juta per meternya. Itu dari awal bayarnya diangsur, pertama Rp 5 juta, seterusnya diangsur tanpa perjanjian tanpa jatuh tempo," sambungnya.
Ketika pelunasan tanah itu masih kurang Rp 35 juta, BR menawarkan untuk memecah sertifikat tanah Tupon seluas 1.655 meter persegi sesuai nama ketiga anaknya. Heri menyebut BR berjanji bakal menanggung biaya pecah sertifikat dari hasil kurang bayar tersebut.
Heri mengatakan tidak ada kejelasan selama berbulan-bulan. Kemudian, pihaknya kaget saat petugas bank datang pada Maret 2024. Petugas tersebut mengatakan tanah yang sedianya hendak dipecah sertifikat itu justru menjadi agunan bank senilai Rp 1,5 miliar.
"Cuma ngasih tahu sertifikat sudah dibalik lama, bank ke sini itu sudah pelelangan pertama. Dia bilang mau ke sini lagi mau ngukur ulang," ucapnya.
"Harusnya dipecah, yang terjadi malah balik nama, atas nama Indah Fatmawati. Nggak tahu saya (orangnya) nggak kenal sama sekali, nggak pernah ketemu," imbuhnya.
Heri mengatakan ayahnya pernah mendatangi BR terkait pemecahan sertifikat tersebut. Namun, BR menuding pihak notaris yang nakal. BR juga mengutus tangan kanannya untuk mengajak melapor ke Polda DIY.
"Dulu sempet dua kali tanda tangan dokumen diajak sama si T itu, calonya, perantaranya Pak BR. Pertama itu di Janti, kedua di Krapyak. Bapak kurang tahu (dokumen apa) soalnya buta huruf, ndak dibacakan juga, Bapak ndak ada yang dampingi," urainya.
"Laporkan semua karena itu udah mafia katanya, yang terlapor BR, T perantara dari BR, T notaris, Indah Fatmawati, terus AR notaris. Dua kali datang ke Polda selang berapa bulan (dari laporan pertama)," lanjut Heri.
Kasus Mbah Tupon kini sudah ditangani Polda DIY. Kasus tersebut dilaporkan ke Mapolda DIY pada 14 April 2025 lalu.
"Saat ini masih dalam proses penyelidikan," kata Dirreskrimum Polda DIY Kombes Idham Mahdi saat dihubungi detikJogja, Minggu (27/4).
Sementara itu, Pemkab Bantul siap membantu memberikan bantuan hukum untuk Mbah Tupon. Pemkab Bantul juga akan menyediakan pengacara bila Mbah Tupon berkenan.
"Jika beliau berkenan didampingi dari Pemkab, nanti kita siapkan pengacara untuk mendampingi permasalahan Pak Tupon ini sampai selesai, dan sama sekali tidak dipungut biaya," ucap Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Setda) Bantul, Hermawan Setiaji, Minggu (27/4).
Artikel ini sudah tayang di detikJogja.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/das)