Pohon gaharu, yang dijuluki "The Wood of The Gods", terus menjadi perhatian di Kalimantan Utara. Dengan nilai jual tinggi, kayu ini menarik banyak orang untuk menyusuri hutan demi menemukan emas hijau ini. Namun, di balik potensi besar tersebut, ada ancaman kepunahan jika pemanfaatannya tidak bijak.
Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Kalimantan Utara Nur Laila menegaskan pentingnya pendekatan berkelanjutan dalam memanfaatkan gaharu dari alam liar.
"Kita harus bijak. Pemanfaatan langsung dari hutan perlu diatur agar tanaman ini tidak punah," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai solusi, Nur Laila mendorong budidaya gaharu. Budidaya yang ia maksud tidak hanya memenuhi permintaan pasar, tetapi juga menjaga kelestarian sumber daya alam.
Menurut Dishut Kaltara, budidaya gaharu dimulai dengan memilih lokasi ideal di daerah tropis atau subtropis dengan curah hujan cukup dan kelembaban tinggi. Lahan perlu disiapkan dengan baik, bebas dari gulma dan hama, serta tanah yang digemburkan.
Bibit gaharu berkualitas menjadi kunci. Pilih bibit dengan akar sehat dan bebas penyakit, lalu tanam di lubang berukuran 30 x 30 cm pada musim hujan.
Perawatan meliputi pemberian pupuk, perlindungan dari hama, dan pemeliharaan rutin. Untuk menghasilkan gubal-bagian berharga dari gaharu-pohon dilukai atau disuntik dengan zat kimia atau senyawa biologis. Panen dilakukan setelah gubal terbentuk.
Manfaat Gaharu: Dari Parfum Mewah Hingga Aromaterapi
Gaharu bukan sekadar kayu biasa. Gubal yang dihasilkan, terutama setelah terinfeksi jamur, menghasilkan aroma khas yang menjadi incaran industri kosmetik dan parfum.
Minyak gaharu digunakan dalam parfum kelas atas, losion, hingga sabun. Selain itu, serpihan kayu dan minyaknya populer sebagai dupa untuk menciptakan suasana tenang dan spiritual.
Dalam aromaterapi, minyak gaharu membantu mengurangi stres dan meningkatkan relaksasi. Kayu gaharu berkualitas tinggi juga diolah menjadi ukiran, tasbih, dan ornamen dengan nilai seni dan spiritual yang tinggi.
Aturan Pemanfaatan: Bebas tapi Berizin
Menurut Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, gaharu bukan tanaman dilindungi, sehingga boleh diambil dan diperjualbelikan. Namun, ada aturan ketat.
Setiap pengambilan atau peredaran gaharu memerlukan izin dari BKSDA, baik izin pengambilan maupun izin edar. Karantina Pertanian Tanjung Selor mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447 Tahun 2003. Untuk jumlah hingga 2 kg, cukup melampirkan SATS-DN dari BKSDA.
Jika lebih, diperlukan surat permohonan izin edar. Berdasarkan koordinasi dengan BKSDA Tarakan, jumlah di bawah 10 kg cukup dengan SATS-DN, tetapi di atas itu wajib ada izin edar.
(des/des)