·ÉËÙÖ±²¥

3 Direktur BPR Dituntut 6 dan 8 Tahun Bui gegara Kredit Fiktif Rp 325 Miliar

3 Direktur BPR Dituntut 6 dan 8 Tahun Bui gegara Kredit Fiktif Rp 325 Miliar

Ahmad Firizqi Irwan - detikBali
Selasa, 29 Apr 2025 16:07 WIB
Sidang kredit fiktif dengan terdakwa Direktur Utama PT BPR Bali Artha Anugrah Ida Bagus Toni Astawa di ruang Candra PN Denpasar, Selasa (29/4/2025). Foto: Ahmad Firizqi Irwan/detikBali.
Foto: Sidang kredit fiktif dengan terdakwa Direktur Utama PT BPR Bali Artha Anugrah Ida Bagus Toni Astawa di ruang Candra PN Denpasar, Selasa (29/4/2025). (Ahmad Firizqi Irwan/detikBali)
Denpasar -

Direktur Utama (Dirut) PT BPR Bali Artha Anugrah Ida Bagus Toni Astawa (55) dan Direktur Operasional I Nengah Sujana (63) sama-sama dituntut hukuman delapan tahun penjara. Kemudian, satu terdakwa lagi, I Gede Dodi Artawan selaku Kepala Bagian Kredit dituntut enam tahun penjara. Mereka juga dijatuhi denda Rp 10 miliar subsider enam bulan penjara. Mereka terbukti bekerja sama melakukan tindak pidana kredit fiktif senilai Rp 325 miliar lebih.

Jaksa penuntut umum (JPU) Putu Oka Bhismaning menyatakan perbuatan Toni, Sujana, dan Dodi terbukti memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

"Terdakwa terbukti sah dan meyakinkan bersalah," ujar Oka dalam sidang di Ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa (29/4/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Toni yang juga mantan Ketua KONI Denpasar itu memanipulasi kredit ratusan miliar rupiah bersama Sujana dan Dodi dengan modus pencatatan palsu dalam laporan keuangan. Akibat perbuatan mereka, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin usaha bank pada 4 April 2024.

Jaksa menjelaskan perbuatan terdakwa dilakukan dalam kurun waktu 23 Februari 2017 hingga 27 Juni 2023. Mereka sama-sama melakukan tindakan manipulasi data kredit. Total, ada 635 fasilitas kredit menggunakan 151 nama debitur dengan total plafon mencapai Rp 325,47 miliar.

ADVERTISEMENT

Kredit fiktif ini digunakan para terdakwa untuk menutup tingginya non-performing loan (NPL) atau kredit bermasalah di bank agar tetap berada di bawah tiga persen sehingga terlihat sehat.

"Proses rekayasa ini dilakukan dengan berbagai cara mulai menggunakan data debitur lama yang telah melunasi pinjaman hingga debitur yang menunggak sebagai pemohon kredit baru," ungkap jaksa.




(hsa/gsp)

Berita ·ÉËÙÖ±²¥Lainnya
detikFinance
detikHot
detikNews
Sepakbola
detikTravel
detikInet
detikFood
Wolipop
Hide Ads